Di tahun kedua gadis itu belajar di SMA itu, dia mendapat rolling di kelas ke-enam utuk Ilmu Alam. Kelas yang dekat dengan Ilmu Sosial. Dia disana tetap seperti itu, tetap ceria (meski hanya dia yang tahu bagaimana sebenarnya dia merasa). Dia tetap dengan pemikirannya bahwa dia adalah gadis biasa dan bukan gadis spesial kecuali bagi keluarganya. Meski keluarganya tetap prihatin dan khawatir dengan penyakitnya, di depan mereka dia tampak tak peduli dengan penyakitnya dan menganggap penyakit itu tak akan membunuhnya (tidak dalam arti sebenarnya membuatnya mati tapi dalam arti lain dapat membuatnya seperti menjadi sosok tak terlihat = mati). Dengan kelas dan yang sebagian besar berisi teman-teman yang baru, dia berusaha menjadi teman yang menyenangkan.
Mungkin sangat melegakan karena akhirnya dia tak harus sekelas dengan si A, cowok yang menganggapnya cewek buruk dan mengerikan serta menjijikan (Baca Part 1 - An Ordinary Girl ). Dia berhak beranggapan seperti itu karena memang gadis yang dekat dengannya hampir semuanya nyaris sempurna. Berhak saja dia membandingkan gadis itu dengan mereka dan menganggap bahwa gadis itu begitu tidak pantas. Dia di kelas Ilmu Sosial, setidaknya gadis itu berpikir dia tak akan lagi berkesempatan sekelas dengannya untuk rolling tahun depan karena jurusan mereka tak sama.
Terkadang dia juga risih semua orang memandangnya dengan rasa kasihan karena penyakitnya, sebagian lagi menganggap menjijikan dan mungkin sebagian lagi menganggap tak terjadi apapun pada dirinya. Sampai dimana suatu saat dia bermain ke kelas lain yang merupakan kelas teman satu kosnya. Dia hanya menemaninya karena dia datang terlalu pagi kesekolah sehingga kelasnnya masih sepi. Dia memandangi kelas itu, setiap sudutnya sembari mendengarkan cerita temannya tentang teman-temang sekelasnya yang rame, menyenangkan, dan usil. Sesekali dia tertawa mendengar cerita-cerita penghuni kelas itu. Langkah kaki pelajar disana mulai ramai, dia berniat kembali ke kelasnya karena merasa sudah cukup dia menemani temannya. Sampai pada suatu moment ketika Gadis itu hendak keluar dari kelas dia berpapasan dengan cowok yang begitu menyita perhatiannya. Dia hanya bisa heran melihat cowok itu, cowok yang untuk pertama kalinya dia melihatnya begitu indah, begitu tegap, begitu bersinar (setidaknya begitulah yang ada dipikirannya saat itu). Kalau dipikir-pikir lagi mirip dengan adegan di sinetron Indonesia, atau hanya menurutnya saja seperti itu. Tak pernah dia melihat cowok itu sebelumnya, akhirnya dia menyimpulkan bahwa dia adalah siswa baru.
Rasa penasaran tentang siapa siswa baru itupun terjawab. Betapa bodohnya dia (atau memang karena dia tak terlihat diantara siswa-siswa itu) mengetahui bahwa dia bukan siswa baru, dia siswa sekolah itu sejak kelas 1. Dialah siswa yang pernah diceritakan teman sekosannya bahwa dia memiliki teman dengan nama yang berarti makam leluhur orang minahasa. Oh, barulah sadar dia yang dimaksud dengan si Makam itu adalah cowok yang baru bertemu dengannya tadi.(Gobloknya, kemana aja setahun itu non, hadew...)
Dia hanya bisa mengaguminya dari jauh, dari caranya berjalan ketika melewati kelasnya, ketika di kantin. Tak pernah dia mendengar suaranya secara langsung (Menydihkan sekali). Cowok Makam itu begitu indah menghiasi mimpinya serta imajinasinya. Dia mengenalnya dari cerita teman-temannya yang berteman dengannya. Dia semakin mengaguminya karena si Makam adalah seorang berandalan (Mungkin tidak terlalu tepat tetapi untuk ukuran anak SMA, dia termasuk nakal meski di sekolah seperti Good Boy) yang sangat menyayangi keluarganya. Gadis itu cukup tahu diri dengan menyukainya dari jauh saja sudah cukup. Dia adalah cewek yang tak mungkin dilihatnya sama sekali. Terlalu banyak yang menyukainya dan terlalu bersinar.
Sampai suatu saat dia mendengar cerita tentang si Makam dari temanya
"Tadi kamu ditanyain ma si Makam"
"Hah... (Shock Berat), emang ditanyain apaan?" Jawab gadis itu
"Kok Ordinari Girl sekarang udah bersih, penyakitnya udah sembuh ya" tiru temannya menirukan si Makam
Oke, yang jadi pertanyaan pertama kok dia tahu nama gadis itu darimana padahal gadis g pernah mengenalkan diri di depannya. Bahkan yang paling parah dia sadar kalau si Makam teman seangkatan sejak kelas 1 dan bukan siswa baru saat dia kelas 2. Jawaban dari pertanyaannya adalah tentu saja dia tahu, yang di atahu kan penyakitnya bukan dia. Hampir satu sekolah juga tahu itu. Gadis itu begitu tenggelam tapi penyakitnya begitu populer. Menyedihkan, dikenal oleh orang yang dia suka hanya karena penyakitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar